Jumat, 30 Januari 2015

Nyai Ageng Pinatih, Wanita yang Berjasa Bagi Sunan Giri



Pusara Nyai Ageng Pinatih Gresik

Belum puas mengunjungi pusara Maulana Malik Ibrahim dan Bupati Pusponegoro di Kota Gresik, perjalanan wisata ziarah masih harus kami lanjutkan menuju beberapa kompleks makam yang berada tidak jauh dari warung nasi krawu Buk Tiban. Kompleks makam berikutnya yang kami kunjungi adalah makam Nyai Ageng Pinatih.

Nyai Ageng Pinatih merupakan tokoh wanita yang berperan penting dalam  penyebaran Agama Islam di Gresik. Beliau adalah ibu angkat Sunan Giri ( Raden Paku). Nyai Ageng Pinatilah yang merawat Sunan Giri sejak bayi.

Ayahanda Sunan Giri bernama Syekh Maulana Isqak. Sedangkan ibu kandungnya adalah Dewi Sekardadu yang menjadi putri Menak Sembuyu penguasa Kerajaan Blambangan (Banyuwangi). Ada dua versi tentang tempat dimana pusara Dewi Sekardadu berada. Yang pertama berada di Desa Ketingan (Kepetingan)-Sidoarjo. Versi lainnya menyebutkan kalau makam Dewi Sekardadu berada di kawasan Kebomas-Gresik.

Kompleks makam Nyai Ageng Pinatih berada di Desa Bedilan, Kebungson-Gresik. Saat bertandang kesana suasana terlihat cukup ramai. Kami juga melihat ada rombongan peziarah lain. Mungkin karena hari itu bertepatan dengan hari libur Tahun Baru Islam (05 November 2013) sehingga pengunjung terlihat lebih ramai ketimbang hari-hari biasa.

Ornamen tulisan di pusara Nyai Ageng Pinatih


Kawasan Kebungson berada tidak jauh dari pelabuhan Kota Gresik. Memasuki kompleks makam ini tidak berbeda jauh dengan kompleks makam wali atau pejuang Islam lainnya. Banyak batu nisan tersebar di lokasi itu. Sebagian lagi berada dalam cungkup. Semuanya dalam keadaan terawat dengan baik termasuk taman bunga dan pohon kamboja sebagai peneduh di kompleks makam itu.

Pusara Nyai Ageng Pinatih sendiri berada dalam cungkup dengan bangunan kayu mengelilingi pusara itu. Ornamen cantik menghiasi bangunan kayu itu. Ada ukiran nama Nyai Ageng Pinatih terpampang di atasnya. Kami sempat bertemu dengan juru pelihara situs makam. Sayangnya, sang juru pelihara tidak mengijinkan saya melihat dan mengabadikan dari dekat pusara ibu angkat  Sunan Giri tersebut.

Bayi  Sunan Giri menurut sejarahnya dulu ditemukan oleh para pedagang anak buah Nyai Ageng Pinatih di tengah samudra saat kapal mereka hendak berlayar menuju Pulau Bali. Tiba-tiba perhatian para awak kapal itu tertuju pada sebuah peti yang terapung-apung di tengah laut. Kapal mereka sempat menabrak peti itu. Mereka kemudian mengangkat peti itu. Ketika dibuka ternyata di dalamnya berisi seorang bayi laki-kali.

Kemudian para awak kapal anak buah Nyai Ageng Pinatih itu tidak jadi melanjutkan perjalanan menuju Bali. Mereka memutuskan kembali ke Gresik saja untuk melaporkan penemuan bayi ini kepada Nyai Ageng Pinatih. Ada versi lain tentang kembalinya kapal nyai Ageng Pinatih ini. Konon kapal tersebut setiap diarahkan menuju Bali ternyata dengan sendirinya haluan berputar kembali ke arah Gresik. Secara gaib seolah-olah bayi yang ditemukan itu harus dibawa pulang dulu ke Gresik.

Betapa terkejutnya Nyai Ageng Pinatih setelah anak buahnya pulang lebih cepat dengan membawa peti temuan yang berisi bayi. Nyai Ageng Pinatih akhirnya dengan sabar merawat bayi itu. Konon menurut ceritanya beliau memang sudah lama mendambakan seorang anak.

Kehadiran bayi mungil yang kemudian dinamakan Joko Samudro (karena ditemukan di tengah samudra) itu menjadi berkah tiada tara bagi Nyai Ageng Pinatih. Beliau dengan ihlas seperti ibu kandungnya sendiri menghidupi dan mendidik Joko Samudro hingga menjadi pria dewasa yang berahlak mulia.

Pada kurun waktu tertentu (kira-kira tahun 1445 masehi) Nyai Ageng Pinatih menitipkan Raden Paku atau Joko Samudro untuk memperdalam ilmu agama di Pesantren Ampeldento Surabaya dibawah asuhan Sunan Ampel. Selama nyantri di Ampeldento-Surabaya, Raden Paku telah membuktikan diri sebagai santri yang luar biasa. Sunan Ampel tahu betul kalau Raden Paku ini memang bukan santri biasa.


Berdoa di pusara Nyai Ageng Pinatih

Sampai pada akhirnya para wali di Pulau Jawa mengangkat Raden Paku menjadi wali dengan julukan Sunan Giri di Kota Gresik. Sunan Giri bersama keturunannya dengan gigih menyebarkan Islam di Gresik.

Sedikit atau banyak Nyai Ageng Pinatih menjadi sosok yang sangat berarti bagi Sunan Giri. Meski hanya ibu angkat tapi beliau sangat berjasa karena berhasil mencetak seorang sunan yang menjadi pejuang Islam di kawasan itu. Maka tidak heran bila beliau juga berperan dalam perkembangan Islam di Kota Gresik-Jawa Timur.

Berdasarkan informasi yang dipasang di papan situs ada Sejarahwan Singapura bernama Chen Yu Sung menyatakan bahwa ayah Nyai Ageng Pinatih adalah utusan yang diangkat Kerajaan Majapahit di Palembang untuk mengurus masalah keagamaan dan administrasi setelah jatuhnya Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1407 masehi Dinasti Ming merestui dan memberi pengakuan bahwa beliau adalah agamawan dan negarawan di Palembang.

Setelah ayahanda Nyai Ageng Pinatih wafat jabatannya digantikan oleh anaknya yang kedua. Karena anaknya yang pertama seorang wanita bernama Pinatih. Kemudian Nyai Pinatih meninggalkan Palembang menuju Jawa.

Belum ada informasi yang jelas tentang siapa suami dan anak-anaknya. Ada yang mengatakan kalau beliau adalah janda yang kaya raya dan dermawan. Nyai Ageng Pinatih memiliki banyak perahu. Karena kehebatannya hingga Kerajaan Majapahit bersimpati dan mengangkat beliau sebagai Syahbandar di Gresik.

Nyai Ageng Pinatih diperkirakan datang ke Gresik  pada tahun 1413 Masehi. Beliau meninggal pada  tahun 1478 M.  Kira-kira tanggal 12 atau 13 Syawal. Kompleks makam beliau terletak di Desa Bedilan, Kelurahan Kebungson-Gresik-Jawa Timur, beberapa ratus meter arah utara alun-alun kota Gresik.

Beliau menemukan bayi Sunan Giri pada tahun 1443 (setelah 30 tahun tinggal di Gresik). Menurut informasi yang terpasang di dinding situs makam, bayi Sunan Giri ditemukan oleh Syekh Muhammad Shobar dan Syekh Muhammad Shobir.

Sumber lain menyebutkan kalau anak buah (ABK kapal) Nyai Ageng Pinatilah yang menemukan di tengah samudra. Apakah anak buah Nyai Ageng Pinatih itu yang dimaksud pengelolah situs makam dengan Syekh Muhammad Shobar dan Shobir. Saya sendiri juga belum tahu mana yang benar.

Kawasan tempat Nyai Ageng Pinatih menyusui Sunan Giri selanjutnya dinamakan Kampung Pesuson. Lama kelamaan mengalami metamorfis kata hingga menjadi Kebungson. Nama ini yang dipakai hingga sekarang.

Sebagai ibu angkat Nyai Ageng Pinatih tetap menjalankan perannya seperti ibu kandung sendiri. Tahun 1462 Masehi, beliau  mengawinkan Sunan Giri dengan Dewi Murtosiyah putri Sunan Ampel. Secara bersamaan juga dinikahkan dengan Dewi Wardah putri Sunan Bungkul Surabaya. Keduanya dinikahkan di Masjid Ampel Surabaya.

0 komentar:

Posting Komentar