Sabtu, 31 Januari 2015

Mengagumi Kebesaran Syailendra di Candi Borobudur



Candi Borobudur dari kejauhan

Sepulang dari menghadiri acara pernikahan adik ipar di Cilacap kami tak langsung pulang ke Gresik, Jawa Timur melainkan mampir sebentar di Yogyakarta. Malam harinya kami menginap di sebuah losmen sederhana dekat kawasan Malioboro.

Meski badan ini terasa lelah namun kesempatan yang ada tak kami sia-siakan. Sebelum beristirahat kami masih sempat berjalan-jalan di sepanjang Jalan Malioboro. Jalan yang menjadi ikon wisata kota tua Yogyakarta ini memang tak pernah mati.

Malam itu suasana terlihat ramai. Di kanan kiri jalan banyak kita temukan toko-toko yang menyediakan berbagai barang kebutuhan. Pedagang kaki lima (angkringan) yang menyediakan kuliner khas Yogya juga banyak terlihat di sepanjang jalan itu.

Malioboro telah menjadi simbol gemerlapnya Yogyakarta,  tak heran bila para wisatawan termasuk kami menjadi terpikat dengan kawasan ini. Selain menjadi surganya kuliner khas Yogyakarta, bagi Anda yang ingin berburu busana batik maka di Maliboro inilah tempatnya. Pakaian batik dengan beragam motif tersedia di Maliboro. Anda tinggal pilih sesuai selera.

Keramaian Malioboro telah menghipnosis kami. Sehingga mata kami tak terasa ngantuk meski malam semakin kelam. Walau sekedar cuci mata namun jalan-jalan ke Maliboro malam itu terasa mengesankan. Bagaimanapun asyiknya Malioboro namun kami tak terlena. Kami bergegas kembali ke losmen untuk segera menuju peraduan sebab keesokan harinya kami melanjutkan kunjungan ke Candi Borobudur di Kota Magelang, Jawa Tengah.

Setelah sarapan pagi di warung kaki lima dekat losmen kami segera naik angkot (Rp.3000/orang) menuju Terminal Giwangan untuk mencari bus jurusan Objek Wisata Candi Borobudur di Muntilan, Magelang. Sejak dari Gresik kami memang punya keinginan untuk mengunjungi Candi Borobudur usai acara pernikahan Adik ipar di Cilacap. 

Stupa utama Candi Borobudur

Butuh waktu kira-kira 1,5 jam dari Terminal Giwangan untuk sampai ke lokasi Candi Borobudur. Meski waktu tempuh yang cukup lama namun perjalanan dengan bus itu tetap terasa mengasyikkan. Sebab di dalam benak kami hanya terbayang suasana dan panorama candi yang mempesona. Tak peduli apakah  ruangan bus pengab dan bau asap yang menyesakkan nafas, penuh sesaknya penumpang serta macetnya lalu lintas. Pikir kami yang penting bisa sampai lokasi dengan selamat.

Untuk perjalanan itu kami bertiga harus membayar Rp.60.000,- masih tergolong ringan bila dibandingkan jarak tempuhnya yang mencapai 40 kilometeran. Perjalanan panjang memang tidak perlu membosankan. Kami memanfaatkan perjalanan itu dengan memanjakan mata kami dengan melihat-lihat suasana dan panorama desa-desa yang dilewati bus yang kami tumpangi.

Akhirnya sampai juga di lokasi wisata Candi Borobudur. Dari pemberhentian bus terakhir di Desa Borobudur Kecamatan Muntilan kami masih berjalan sejauh beberapa ratus meter lagi. Sebenarnya sarana andong (dokar) dan becak juga ada namun kami memilih berjalan kaki saja bersama wisatawan lainnya.

Pintu loket sudah ada di depan kami dan wisatawan lainnya. Hari biasapun Candi Borobudur masih penuh sesak dengan para pengunjung. Kami melihat cukup panjang antrian pengunjung candi kesohor ini. Untuk setiap pengunjung dikenakan biaya tiket masuk sebesar Rp.30.000,- mungkin saat ini sudah naik lagi entah berapa. Sekitar 100 meter mendekati kompleks candi sudah tampak stupa utama Candi Borobudur. 

Pamor dan kemegahan Candi Borobudur sudah terpancar meski dari kejauhan. Udara yang segar karena rimbunnya pepohonan di jalan menuju candi seakan menjadi pengobat rasa lelah yang ada. Antusiasme pengunjung candi juga cukup besar hal ini terlihat dengan banyaknya jumlah wisatawan yang  berjalan berduyun-duyun menuju bangunan candi.

Kami tak sabar untuk segera naik trap-trap tangga batu andesit yang ada di Candi Borobudur. Untuk mengatasi sengatan matahari di siang itu kami menyewa payung yang ditawarkan oleh penjaja di lingkungan wisata Candi Borobudur. Lumayan dengan payung ini acara jalan-jalan naik dan turun tangga batu andesit akan terasa lebih nyaman.

Dengan bergaya seperti layaknya seorang arkeolog amatiran kami terutama saya mencoba melihat dan menikmati secara lebih dekat relief-relief, arca dan stupa candi yang pernah dicanangkan sebagai 7 keajaiban dunia itu.

Candi Borobudur dibangun pada tahun 770 Masehi dan selesai pada 825 masehi. Kala itu atas perintah Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra maka sang arsitek yang tak lain bernama Gunadharma itu akhirnya berhasil mewujudkan maha karyanya berupa bangunan candi megah yang sampai kini menjadi kebanggan rakyat dan Negara Indonesia.

Menurut penelitian para ahli nama Borobudur berasal dari Bahasa Sansekerta dari kata “Bhumi Sambhara Bhudhara” yang berarti : bukit kebajikan 10 tingkatan boddhisattwa. Bangunan dasar Candi Borobudur berukuran 123 X 123 meter persegi. Tingginya kira-kira mencapai 35 meteran. Ada sumber yang mengatakan kalau tinggi aslinya sekitar 42 meter. Khabarnya Thomas Raffleslah yang pertama kali menemukan candi ini pada tahun 1814. 

Juga disukai muda-mudi

Bagi pemeluk Agama Budha di Indonesia, Candi Borobudur merupakan tempat upacara ritual keagamaan mereka. Candi Borobudur menjadi tempat suci untuk memuliakan Sang Budha yang menjadi penuntun umat dari alam kegelapan (nafsu angkara murka) menuju pencerahan dan kebijaksanaan hidup. 

Pada Hari Raya Waisak candi ini banyak didatangi umat Budha dari berbagai penjuru tanah air.
Berjalan melingkar menaiki trap tangga demi tangga di Candi Borobudur bagi umat Budha ternyata memiliki makna yang mendalam. Tingkatan-tingkatan itu meliputi kamadhatu (hawa nafsu), rupadhatu (wujud) dan arupadhatu (tak berwujud).

Koleksi relief-reliefnya merupakan yang terlengkap diantara semua candi yang ada di Indonesia. Bahkan khabarnya menjadi yang terlengkap di dunia. Ada sekitar 72 stupa berlubang tersusun melingkar mengelilingi stupa utama. Di dalam stupa berlubang Anda atau traveler lainnya bisa menyaksikan arca budha duduk bersila.

Ada sebagian masyarakat yang meyakini (bukan hanya pemeluk Budha) konon bagi mereka yang berhasil menyentuh arca itu niscaya segala cita-citanya akan terkabul. Wah semoga saja sesuatu yang terbaik yang Anda cita-citakan menjadi kenyataan setelah tangan Anda berhasil menyentuh arca Budha itu. 

Mengenalkan si kecil dengan warisan sejarah

Karena penasaran dengan cerita turun-temurun yang mereka dengar sehingga banyak wisatawan terutama pasangan muda-mudi mencoba peruntungan ini dengan memasukkan tangannya ke dalam stupa berlubang untuk meraih arca Sang Budha itu.

Banyak yang belum kami ketahui tentang candi ini. Mungkin karena keajaibannya itu! Rasanya tak cukup sehari untuk bisa menikmati Candi Borobudur sebagai warisan sejarah yang begitu luhur dan megah itu. Apalagi bila pandangan kita arahkan ke segala penjuru perbukitan Tidar dan Menoreh yang mengelilingi candi ini. Terlihat begitu sejuk di mata meski saat siang hari sekalipun.

 

0 komentar:

Posting Komentar